Jumat, 20 November 2009

DI BUAT MENANGIS

Hari kamis merupakan hari terakhir kuliah untuk kelas kita. Karena hari kamis mata kuliahnya Cuma 3 matakuliah saja sih terus pulangnya tidak terlalu malam. Kebetulan hari kamis kemaren dosennya yang masuk Cuma matakuliah APEM, kedua matakuliah lainnya tidak ada dosennya. Saya pikir masih siang, saya dan 10 teman saya berecana untuk nonton bareng di detos. Setelah makan siang dan solat zuhur, kita pun menuju bioskop yang di detos. Kita lihat dulu judul film-film yang ada di bioskop. Dari film 2012, emak ingin naik haji, setan binal dan kuntilanak, ke empat film itu akhirnya kita nonton “EMAK INGIN NAIK HAJI”. Karena film 2012 dari jam 12 siang sampai jam 18 sore sudah habis tiketnya.

Film “EMAK INGIN NAIK HAJI”, dikira saya durasi filmnya 1 ½ jam tapi durasi filmnya Cuma 1 jam saja. Terbilang cepat sekali lah filmnya ini. Tapi saya tidak merasa rugi dengan durasi filmnya ini walau hanya 1 jam saja. Karena film ini sangat bagus isinya, ada lucunya juga dan ada sedihnya juga. Saya dan 10 teman saya semua berkaca-kaca matanya (alias menangis hehehe). Apalagi saya baru pertama kali dibuat menangis oleh film yaitu film “EMAK INGIN NAIK HAJI”, film ini lah buat saya menangis sampai jaket saya basah dengan air mata yang bercucuran. Karena tidak cukup jaket saya untuk menghapus air mata saya, saya pun minta tisu sama teman saya yang duduk di sebelah kanan saya.

Dari awal nonton film ini, sebenarnya air mata saya pun sudah mulai bercucuran tapi saya nangis sambil ketawa-ketawa saja. Karena biar tidak ketahuan sama teman-teman kalau dari awal saya sudah menangis hehehe. Subhanallah film ini memang bagus sekali isinya, tidak rugi deh kalau nonton film ini.

Kamis, 12 November 2009

ANALISIS DETERMINAN AUDIT DELAY KAJIAN EMPIRIS DI BURSA EFEK JAKARTA

I. PENDAHULUAN

Laporan keuangan merupakan alat media untuk komunikasi antara manajemen (intern perusahaan) dengan pihak di luar perusahaan. Laporan keungan harus disajikan dengan tepat waktu. Namun untuk menyajikan laporan keuangan tepat waktu sering dihadapkan berbagai kendala. Salah satu kendala adalah adanya keharusan laporan keuangan untuk di audit oleh akuntan public. Tujuan audit ini untuk memberikan opini tentang kewajaran laporan keuangan, artinya bahwa laporan keuangan disajikan manajemen perlu verifikasi apakah sesuai dengan standar pelaporan yang berterima umum. Karakteristik kualitas laporan keuangan yang dinyatakan dalam pernyataan standar akuntansi keuangan (PSAK: 2002) nomor satu adalah: dapat dipahami, relevan, keandalan, dan dapat dibandingkan.

Audit delay adalah lamanya waktu dari penyelesaian audit yang di ukur dari tanggal penutupan tahun buku hingga tanggal diselesaikan laporan auditor independent. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti sebelumnya menunjukkan bahwa audit delay yang terjadi di Indonesia rata-rata 85 hari. Rata-rata audit delay di Indonesia ini tergolong lebih panjang dibandingkan dengan di luar negeri, misalnya audit delay di kanada lebih pendek, yaitu lebih cepat 21,95 hari dibandingkan dengan Indonesia. Berdasarkan peraturan Pasar Modal No.KEP 80/PM/1996 mengenai penyampaian laporan keuangan menyatakan bahwa: perusahaan yang terdaftar dalam pasar modal wajib menyampaikan laporan keuangan tahunan yang telah diaudit kepada Bapepam selambat-lambatnya 120 hari terhitung sejak tanggal berakhirnya tahun buku. Peraturan ini diperbaharui dengan dikeluarkannya keputusan no.kep 17/PM/2002 oleh Bapepam tentang kewajiban penyampaian laporan keuangan secara berkala yang mulai berlaku untuk laporan keuangan yang berakhir pada 31 Desember 2002. Keputusan tersebut disebutkan bahwa laporan keuangan tahunan harus disertai dengan laporan akuntan dengan pendapat yang lazim dan disampaikan kepada Bapepam selambat-lambatnya pada akhir bulan ketiga setelah tanggal laporan keuangan tahunan.Pembaharuan keputusan tersebut dimaksudkan untuk memberikan informasi yang lebih cepat dan akurat kepada investor mengenai kondisi emiten atau perusahaan publik serta dalam rangka mengikuti perkembangan pasar modal global. Meskipun sudah ada peraturan yang mengharuskan emiten untuk menyerahkan laporan keuangan paling lambat 90 hari sejak tanggal tahun buku berakhir, untuk tahun 2002 masih terdapat 92 emiten yang terlambat menyerahkan dan secara otomatis tentu juga terlambat dalam publikasi laporan keuangan di media massa.

Beberapa penelitian sebelumnya menunjukkan rata-rata audit delay yang berbeda-beda pada setiap negara. Perbedaan ini dapat dimaklumi karena adanya peraturan dan kebijakan pasar modal yang berbeda antar negara. Penelitian yang dilakukan Halim (2000) di Indonesia menunjukkan rata-rata audit delay adalah 84.45 hari. Hasil ini tergolong lebih panjang dibandingkan hasil penelitian Ashton, Willingham, & Elliott (1987) yang hanya sebesar 62.53 hari. Sedangkan hasil penelitian Hossain dan Taylor (1998) di Pakistan menunjukkan rata-rata audit delay yang lebih panjang yaitu 143 hari. Faktor – factor yang diduga berpengaruh terhadap audit delay, yaitu :

- Ukuran perusahaan

- Jenis industri

- Lamanya perusahaan menjadi klien sebuah kantor akuntan public

- Jenis opini yang diberikan oleh akuntan public

- Laba/rugi

- Rasio hutang tehadap Ekuitas

- Reputasi auditor

II PEMBAHASAN

Berdasarkan Berdasarkan statistic deskriptif dapat diketahui bahwa rata-rata

audit delay adalah 84,16 hari. Hasil ini sesuai dengan yang diungkapkan Halim (2000) yaitu 85 hari dimana data yang digunakan adalah laporan keuangan tahun

1993-1997 dengan jumlah sampel 59 perusahaan. Kemudian dapat disimpulkan selama kurun waktu hampir 10 tahun yaitu dari tahun 1993 sampai tahun 2002 tidak ada perbaikan dalam proses penyelesaian audit. Karena manajemen dan akuntan public masih konsisten menggunakan pola kerja lama dan tidak ada perbaikan. Skedul pekerjaan audit dilakukan berdasarkan kebiasaan-kebiasaan yang sudah berlaku selama ini, tanpa melakukan evaluasi perbaikan yang berarti. Padahal teknologi digital sudah sangat berkembang sehingga bisa digunakan untuk efisiensi dan efektivitas pekerjaan audit. Adanya peraturan No.Kep.17/PM/2002 tentang keharusan untuk menyerahkan laporan keuangan yang diaudit paling lambat 90 hari sejak tanggal tutup buku tentu sangat positip. Hal ini akan mendorong manajemen dan akuntan publik untuk bekerja lebih cepat sehingga informasi dalam laporan keuangan dapat segera dimanfaatkan oleh stakeholders untuk berbagai pengambilan

keputusan. Untuk mengetahui factor dominan yang berpengaruh terhadap audit delay dapat dilihat dari hasil uji t . Dengan menggunakan tingkat signifikan 5% (a = 0,05) dapat diketahui bahwa ada tiga factor yang dominan, yaitu: (1) laba/rugi,(2) lamanya menjadi klien KAP dan (3) opini auditor. Laba/Rugi emiten berpengaruh

signifikan terhadap audit delay. Bukti empiris ini bermakna bahwa jika perusahaan mengalami kerugian maka kemungkinan besar audit delay lebih panjang dibandingkan ketika perusahaan memperoleh laba. Manajemen cenderung akan berusaha meminimalkan rugi dan melakukan negosiasi yang alot dengan auditor jika ada perlakuan akuntansi yang dikoreksi auditor dan berdampak memperbesar rugi. Dengan demikian, manajemen akan menahan lebih lama informasi yang

kurang menyenangkan (bad news) bagi investor dan kreditur. Namun sebaliknya jika perusahaan memperoleh laba, maka manajemen ingin segera mengumumkan prestasinya sehingga pekerjaan audit berjalan lebih lancar dan audit delay menjadi lebih pendek.

Bukti empiris ini konsisten dengan hasil penelitian Halim (2000) dan Ashto net al. (1987).Lamanya emiten menjadi klien suatu KAP berpengaruh negatif dan signifikan terhadap audit delay, artinya bahwa semakin lama emiten menjadi klien KAP maka semakin pendek audit delay. Hal ini dapat dipahami karena secara teori auditor yang memberikan jasa audit kepada klien lama akan membutuhkan waktu audit yang lebih pendek. Pada klien lama, auditor telah memahami bisnis klien dan

mengetahui efektifitas internal control klien, sehingga waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan audit lebih pendek dibandingkan jika mengaudit klien baru. Hasil penelitian ini berbeda dengan yang diungkapkan oleh Halim (2000), dengan memakai data tahun 1993-1997 ditemukan bukti empiris bahwa lamanya emiten menjadi klien KAP berpengaruh positip terhadap audit delay. Jenis opini akuntan berpengaruh signifikan terhadap audit delay, hal ini dapat dijelaskan bahwa ketika opini auditor adalah selain unqualified maka sebelum opini tersebut dipublikasikan maka manajemen akan berusaha melakukan konsultasi dan negosiasi secara

intensif dengan auditor sehingga memerlukan waktu yang relative lama. Di sisi lain auditor juga melakukan konsultasi dengan partner audit yang lebih senior atau

melakukan perluasan audit sehingga diperoleh bukti yang menguatkan judgement auditor untuk memberikan opini. Hasil penelitian ini berbeda dengan yang diungkap oleh Halim (2000), di mana tidak ditemukan adanya pengaruh signifikan opini audit dengan audit delay.

Secara parsial ukuran perusahaan, jenis industri, reputasi auditor dan rasio hutang terhadap ekuitas terbukti tidak berpengaruh signifikan terhadap audit delay. Dengan demikian dapat digunakan sebagai petunjuk awal bahwa jika audit

delay panjang dan bahkan berdampak pada terlambatnya publikasi

laporan keuangan maka dapat diduga kemungkinan terbesar penyebabnya

adalah emiten mengalami rugi dan atau memperoleh opini

selain unqualified.

III KESIMPULAN

Berdasarkan hasil analisis dapat disimpulkan bahwa :

1. Secara simultan jenis opini auditor, laba/rugi emiten, lamanya emiten menjadi

Klien KAP, ukuran perusahaan, reputasi auditor, rasio hutang terhadap ekuitas dan jenis industri berpengaruh terhadap audit delay.

2. Secara empiris determinan audit delay meliputi factor (a) lamanya emiten menjadi klien sebuah kantor akuntan public, (b) emiten mengalami kerugian

dalam tahun berjalan, dan (c) laporan keuangan emiten mendapat opini selain unqualified dari akuntan publik.

Sabtu, 07 November 2009

Sahabat,,kenapa menghindariKu..?

Sahabat kecilku yang sangat saya rindukan,kini kenapa menghindar dari diriku. Sahabat saya ini adalah seorang tuna wicara. Saya bersahabat dengannya sejak kecil, sampai sekarang pun masih bertetangga dengannya. Saya tidak merasa malu memiliki sahabat seorang tuna wicara, malah saya sangat senang dan bersyukur mempunyai seorang sahabat seperti dirinya. Karena dia memiliki semangat untuk belajar baca, menulis, dan mengaji itu waktu saya masih bersahabat dengan dirinya. Saya sering menghabiskan waktu kecil bermain dengan dirinya, seperti main rumah-rumahan, makan bareng, mengaji bareng dan kalau bulan puasa selalu solat taraweh bareng serta jalan-jalan pagi setelah sahur. Dia memang lebih tua usianya dibanding saya, tapi saya menganggapnya seperti seumuran lah dengannya.

Saya kalau berbicara dengannya paling dengan bahasa isyarat. Misalnya : kalau dia mencari saya dirumah,paling dia mengangkat tangan seperti orang hormat itu artinya umur saya dibawah dia. Dan banyak lagi bahasa isyarat yang saya tahu dari dirinya. Dia suka sekali dengan hewan kucing, sedangkan saya tidak suka sama hewan kucing. Sejak saya sekolah SMA, saya tidak bisa main lagi dengan dirinya. Bukan karena saya yang tidak mau main lagi dengan dirinya, tapi dirinya lah yang mulai menghindar dari saya. Padahal saya tetap mau bersahabat terus dengan dirinya sampai nanti. Tapi apa mau di kata, dia menghindari saya terus kalau saya ingin menyampa dirinya.

Saya mendapat info dari ibunya, kalau dia menghindari saya terus, karena kata ibunya dia malu kalau ketemu dengan saya. Terus saya bertanya kepada ibunya, kenapa malu ketemu dengan saya. Ibunya pun menjawab, dia malu ketemu dengan saya, karena dia seorang tuna wicara yang sudah dewasa. Jadi dia menutup dirinya dari siapa saja, karena malu dengan kekurangan yang dia miliki yaitu seorang tuna wicara. Padahal saya tidak menganggap dirinya seorang tuna wicara, melainkan saya menganggap dirinya seperti orang-orang normal lainnya. Saya bukan orang yang pilih-pilih teman untuk dijadikan sahabat. Tapi saya menerima seseorang sebagai sahabat itu apa adanya, tidak melihat dia kaya, cantik, pandai ataupun itu. Saya Cuma bisa berharap,,mudah-mudahan saya bisa komunikasi dengan sahabat kecilku ini. Sahabat kecilku,,sampai kapanpun saya tidak akan melupakanmu, walaupun kau merasa malu dengan kekuranganmu tapi saya tidak pernah malu mempunyai sahabat sepertiMu.

Selasa, 03 November 2009

PENGARUH FREKUENSI AUDIT ATAS LAPORAN KEUANGAN HISTORIS TERHADAP KEANDALAN STRUKTUR PENGENDALIAN INTERN PADA PERUSAHAAN DI KOTA DENPASAR

I. PENDAHULUAN

Pertumbuhan ekonomi sangat penting dalam menunjang pembangunan

nasional. Seiring dengan kebijakan pemerintah diharapkan mampu berperan

sebagai motor penggerak roda ekonomi. Sehubungan dengan itu sektor swasta

(perusahaan) dituntut untuk dapat memperoleh laba yang cukup, tumbuh

berkembang dan tetap survive dengan memberikan pelayanan yang baik kepada

pelanggan, pemasok, dan pemerintah. Salah satu tugas manajemen adalah mampu

meyempurnakan dan meningkatkan pengelolaan usahanya, sejalan dengan

perkembangan dunia usaha yang semakin pesat, terutama dalam menghadapi

perubahan-perubahan yang semakin kompleks.

Dalam kondisi berkembangnya sektor usaha swasta di Bali khususnya

perusahaan di Denpasar tidak mungkin lagi menangani secara langsung aktivitas

kegiatan perusahaan, mengingat keterbatasan pengetahuan dan kemampuan yang

dimiliki. Manajemen memerlukan berbagai kebijakan dan pengendalian, antara

lain berupa struktur pengendalian intern perusahaan.

Menurut COSO yang dikutip oleh Boynton dan Kell (1996:254) struktur

pengendalian intern satuan usaha terdiri atas lima komponen, yaitu: (1)

lingkungan pengendalian, (2) penaksiran risiko, (3) informasi dak komunikasi, (4)

aktivitas pengndalian, serta (5) pemantauan. Agar struktur pengendalian intern

berfungsi dengan baik, diperlukan penerapan kelima komponen pengendalian

intern sehingga akan mendorong terlaksananya struktur pengendalian intern yang

memadai. Sebagaimana telah diketahui bahwa mutu struktur pengendalian ini

sangat berpengaruh terhadap kualitas informasi laporan keuangan yang

dihasilkan oleh manajemen. Struktur pengendalian intern yang memadai

mengurangi kekeliruan sehingga kualitas informasi laporan keuangan yang

dihasilkan dapat lebih diandalkan.

Dalam mempertanggungjawabkan wewenang yang dilimpahkan

kepadanya, pihak manajemen harus menyusun laporan keuangan yang berguna

dalam pengambilan keputusan bagi manajemem sendiri (intern), dan bagi pihakpihak

yang berkepentingan di luar perusahaan (ekstern). Sehubungan dengan itu

informasi atau laporan keuangan harus disajikan secara wajar sesuai dengan

prinsip akuntansi yang berterima umum dan diterapkan secara konsisten.

Untuk menghasilkan informasi atau laporan keuangan yang dapat

dipercaya dan menghindari kesalahan penyataan, maka laporan keuangan yang

disajikan oleh manajemen tersebut perlu diaudit oleh auditor independen (akuntan

publik), sebagai penilai yang bebas terhadap seluruh aktivitas perusahaan.

Menurut Abdul Halim (1995:39) ada empat alasan mengapa audit laporan

keuangan diperlukan, yaitu (1) perbedaan kepentingan, (2) konsekuensi, (3)

kompleksitas, dan (4) keterbatasan (remoteness).

Dalam melaksanakan tugasnya, akuntan pemeriksa harus memahami

struktur pengendalian intern yang diterapkan oleh perusahaan. Apabila dalam

mengevaluasi struktur pengendalian intern perusahaan, ternyata ditemukan suatu

kelemahan yang prinsipil, maka auditor harus mengkomunikasikan kelemahan

pengendalian intern tersebut kepada pihak manajemen (pemberi tugas) untuk

melakukan pembenahan terhadap struktur pengendalian intern yang semestinya

diterapkan.

Penelitian ini membahas apakah frekuensi audit atas laporan keuangan historis

berpengaruh terhadap keandalan struktur pengendalian intern pada

perusahaan di Kota Denpasar. Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat dalam

memberikan masukan bagi profesi akuntan mengenai seberapa jauh pengaruh

frekuensi audit atas laporan keuangan historis terhadap keandalan struktur

pengendalian intern perusahaan yang diperiksanya, sebagai dasar perencanaan

pemeriksaan berikutnya. Selain itu, memberikan masukan kepada pihak

manajemen perusahaan mengenai perlunya suatu audit secara berkala atas laporan

keuangan untuk mendapatkan informasi akuntansi yang berkualitas.


II. KAJIAN PUSTAKA

2.1 Struktur Pengendalian Intern

Penerapan struktur pengendalian intern yang baik dimaksudkan untuk

menekan terjadinya kesalahan dan penyelewengan dalam batas-batas yang layak

dan walaupun kesalahan dan penyelewengan terjadi, dapat segera diketahui dan

dapat diatasi dengan cepat. Dengan kenyataan di atas maka perlu diselenggarakan

pengendalian intern dengan maksud dan tujuan yang searah dengan perusahaan.

Menurut IAI (2001: 319.2):

“Struktur Pengendalian intern adalah suatu proses yang dijalankan oleh

dewan komisaris, manajemen, dan porsonel lain entitas yang didesain

untuk memberikan keyakinan memadai tentang pencapaian tiga golongan

tujuan berikut ini: (a) keandalan pelaporan keuangan, (b) efektivitas dan

efisiensi operasi, dan (c) kepatuhan terhadap hukum dan peraturan yang

berlaku”.

Selanjutnya menurut COSO yang dikutip oleh Boynton dan Kell (1996: 254):

“Struktur pengendalian intern satuan usaha terdiri atas komponenkomponen

berikut, (1) lingkungan pengendalian, (2) penaksiran risiko, (3)

informasi, dan komunikasi, (4) aktivitas pengendalian, dan (5)

pemantauan”.

Begitu juga menurut IAI (2001: 319.2):

“Bahwa pengendalian intern satuan usaha terdiri atas (1) lingkungan

pengendalian, (2) penaksiran risiko, (3) aktivitas pengendalian, (4)

informasi dan komunikasi, dan (5) pemantauan”.

2.2 Hubungan Struktur Pengendalian Intern dan Proses Audit.

Tujuan umum audit adalah untuk menyatakan pendapat atas kewajaran

dalam semua hal yang material, posisi keuangan dan hasil usaha, dan arus kas

sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum (di Indonesia standar

akuntansi keuangan). Untuk mencapai tujuan ini auditor perlu menghimpun bukti

kompeten yang cukup. Untuk menghimpun bukti yang kompeten auditor perlu

mengidentifikasikan dan menyusun sejumlah tujuan audit spesifik untuk setiap

akun (perkiraan) laporan keuangan.

Untuk menjaga mutu hasil audit atas laporan keuangan suatu perusahaan

dalam menjalankan tugas profesionalnya, auditor harus membuat perencanaan

audit dan dilaksanakan sebaik mungkin. Hal ini tercantum dalam standar

profesional akuntan publik pada standar pekerjaan lapangan yang pertama, yaitu

pemeriksaan harus direncanakan sebaik-baiknya dan jika digunakan asisten, harus

dipimpin dan diawasi dengan semestinya.

Dalam merencanakan audit, auditor harus mempertimbangkan beberapa

hal. Kell, Boynton, dan Ziegler (1989:70) mengemukakan delapan faktor yang

merupakan komponen perencanaan audit yaitu:

1. obtain understanding of client's business and industry

2. obtain understanding of client's internal control structure

3. assess materiality

4. assess audit risk

5. identify audit objectives

6. design audit programs

7. schedule the work

8. assign professional staff to engagement

2.3 Pendokumentasian Pemahaman Struktur Pengendalian Intern

Pendokumentasian pemahaman struktur pengendalian intern merupakan

satu hal yang disyaratkan oleh Standar Profesional Akuntan Publik.

Pendokumentasian dimaksud ditujukan untuk merencanakan audit. Bentuk dan

lingkup dokumentasi dipengaruhi, baik oleh lingkup dan kerumitan usaha maupun

sifat dari struktur pengendalian internnya. Menurut Mulyadi (1989:54) ada tiga

dokumentasi kertas kerja yang dapat digunakan untuk itu, yaitu menggunakan

kuesioner pengendalian intern, uraian tertulis, bagan alir (flowchart).


2.4 Rumusan Hipotesis

Berdasarkan uraian latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian,

dan kajian pustaka maka dapat disusun hipotesis yaitu frekuensi audit atas laporan

keuangan historis berpengaruh positif terhadap keandalan struktur pengendalian

intern pada perusahaan di Kota Denpasar

III. METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada perusahaan yang ada di Kota Denpasar yang

laporan keuangannya sudah pernah diaudit oleh kantor akuntan publik yang

berkantor pusat di Denpasar dalam kurun waktu enam tahun terakhir.

3.2 Objek Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Kota Denpasar Propinsi Bali. Penelitian ini

diarahkan kepada perusahaan yang laporan keuangannya telah diaudit oleh kantor

akuntan publik enam tahun terakhir. Informasi yang dapat dikumpulkan dari 8

Akuntan Publik yang beroperasi di Kota Denpasar ada 50 perusahaan yang pernah

diaudit oleh kantor akuntan publik.

3.3 Identifikasi Variabel

Variabel-variabel yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah:

1. frekuensi audit

2. keandalan struktur pengendalian intern

3.4 Definisi Operasional Variabel

Sesuai dengan rumusan hipotesis, penelitian ini terdiri atas dua variabel,

yaitu frekuensi audit sebagai variabel X dan keandalan struktur pengendalian

intern sebagai variabel Y. Dalam penelitian ini daftar pertanyaan ditujukan kepada

manajer keuangan atau manajer akuntansi untuk memperoleh data mengenai

frekuensi diauditnya laporan keuangan oleh kantor akuntan publik dan data

tentang keandalan struktur pengendalian intern.

3.4.1 Variabel Independen (X), yaitu Frekuensi Audit atas Laporan

Keuangan Historis

Frekuensi audit atas laporan keuangan histories (X) menunjukkan berapa

kali laporan keuangan historis perusahaan diaudit oleh kantor akuntan publik.

Variabel ini diukur dengan skala ordinal sehingga jawaban yang diperoleh 1

sampai dengan 6 kali. Dari angka-angka ini kemudian dikelompokkan menjadi

tiga kelas frekuensi audit, yaitu frekuensi rendah : 1—2 kali diaudit, frekuensi

sedang : 3—4 kali diaudit, dan frekuensi tinggi : 5—6 kali diaudit. Tiap-tiap

frekuensi tersebut kemudian diberi skor 1 untuk frekuensi rendah, 2 untuk

frekuensi sedang, dan 3 untuk frekuensi tinggi.

3.4.2 Variabel Dependen (Y) yaitu Keandalan Struktur Pengendalian Intern

Keandalan Struktur pengendalian intern (Y) adalah ketepatan penerapan

keseluruhan unsur pengendalian intern yang meliputi lingkungan pengendalian,

penaksiran risiko, aktivitas pengendalian, informasi dan komunikasi, serta

pemantauan. Untuk mengukur efektivitas pengendalian intern responden diminta

memberi peringkat terhadap pentingnya tiap-tiap bidang (item) bagi bagian

akuntansi, yang memenuhi pernyataan-pernyataan tipe Likert (Likert type items).

Untuk setiap pilihan jawaban diberi skor dan skor yang diperoleh mempunyai

tingkat pengukuran ordinal.

3.5 Jenis dan Sumber Data

3.5.1 Jenis Data

Berdasarkan jenisnya, data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

data kualitatif. Data kualitatif merupakan data yang dinyatakan dalam bentuk

kata, kalimat, dan gambar (Sugiyono, 2005: 14). Dalam penelitian ini data

kualitatif adalah data yang didapat langsung dari responden.

3.5.2 Sumber Data

Berdasarkan sumbernya data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

data primer. Dalam penelitian ini data primer adalah data yang didapat langsung

dari tangan pertama (responden), yaitu jawaban responden dalam pengisian

kuesioner.

3.6 Populasi dan Metode Penetuan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan yang pernah

diaudit oleh akuntan publik dari tahun 1999-2004 yang ada di Denpasar.

Berdasarkan data yang dikumpulkan dari Kantor Akuntan Publik yang beroperasi

di Denpasar didapat 50 perusahaan yang pernah diaudit oleh kantor akuntan

publik. Ukuran sampel yang diperlukan untuk mendukung variabel dalam

penelitian ini harus representatif untuk dapat digunakan sebagai dasar untuk uji

statistik, kemudian digunakan untuk menguji hipotesis penelitian. Besarnya

jumlah sampel dihitung berdasarkan tabel Krejcie (Sugiyono, 2005:63) untuk

populasi sampai dengan 100.000. Berdasarkan tabel Krejcie, maka jumlah sampel

untuk populasi sebanyak 50 ditentukan paling sedikit 44 responden.

3.7 Metode Pengumpulan Data

Untuk mendapatkan data yang dibutuhkan dalam penelitian ini baik data

kuantitatif maupun data kualitatif, dikumpulankan dengan metode sebagai berikut.

(1) Kuesioner merupakan daftar pertanyaan terstruktur yang diajukan kepada

bagian kuangan atau akuntansi pada perusahaan yang telah diaudit oleh kantor

akuntan publik.

(2) Wawancara dilakukan dengan responden, untuk melengkapi kuesioner.

(3) Observasi dilakukan pada perusahaan yang telah diaudit dalam kurun waktu 6

tahun dari tahun 1999-2004 di Denpasar, untuk melihat dari dekat mengenai

semua pelaksanaan yang berhubungan dengan audit dan pengendalian intern.

3.8 Instrumen Penelitian

Mengingat pengumpulan data melalui kuesioner, maka faktor

kesungguhan responden menjawab pertanyaan merupakan suatu hal yang penting.

Validitas (kesahihan) suatu penelitian ilmu-ilmu sosial sangat ditentukan oleh alat

ukur yang digunakan. Apabila alat ukurnya tidak sahih dan tidak dapat di percaya

maka akan diperoleh hasil penelitian yang bisa atau diragukan kebenarannya.

Untuk mengatasi hal tersebut diperlukan dua macam tes (pengujian) yaitu; test of

reliability (uji keandalan) dan test of validity (uji kesahihan).

3.8.1 Test of Validity (tes kesahihan)

Seperti yang dikemukakan oleh Nazir (1999: 174) bahwa validitas

mempersoalkan apakah benar-benar kita mengukur apa yang kita fikirkan sedang

kita ukur. Dalam arti bila alat ukur yang digunakan untuk mengukur tersebut

digunakan pada kejadian yang sama dalam kondisi yang berbeda, akan

memberikan hasil yang sama. Hal tersebut sesuai dengan apa yang dikemukakan

oleh Singarimbun dan Effendi (1989: 124) yang mengatakan bahwa validitas

menunjukkan sejauh mana alat pengukur itu mengukur apa yang ingin diukur.

Begitu juga Usman dan Setiady (1995 : 287) memberikan pengertian validitas

yang hampir sama, yaitu mengukur apa yang ingin diukur. Suatu tes dapat

dikatakan mempunyai validitas tinggi apabila tes tersebut menjalankan fungsi

ukurnya atau memberikan hasil yang sesuai dengan maksud dikemukakannya tes

tersebut.

Pengujian instrumen penelitian dimulai dengan uji validitas, yaitu dengan

melihat setiap skor butir berkorelasi dengan skor total lebih besar dari 0,40

(Howard, 1999). Sebaliknya, Sugiyono (2005 : 115) berpendapat bila korelasi tiap

faktor tersebut positif dan besarnya 0,30 ke atas, maka faktor tersebut merupakan

construct yang kuat.

3.8.2 Test of Reliability (tes keandalan)

Penerapan tes ini untuk mengetahui apakah alat pengumpul data pada

dasarnya menunjukkan tingkat ketepatan, keakuratan, kestabilan atau konsisten

alat tersebut dalam mengungkapkan gejala tertentu dari sekelompok individu,

walaupun dilakukan pada waktu-waktu yang berbeda. Pengukuran reliabilitas

dilakukan dengan menggunakan cronbach alpha. Pada umumnya suatu instrumen

penelitian dikatakan andal atau reliabel bila memiliki koefisien cronbach alpha

lebih dari 0,70 (Hair et al., 1995:385). Sebaliknya, Maholtra (1996 : 6)

berpendapat bahwa jika nilai cronbanch alpha > 0,6, maka menunjukkan tingkat

reabilitas dapat diterima.

3.9 Teknik Analisis Data

Analisis data dalam penelitian ini akan diuji dengan analisis regresi

tunggal. Pengujian hipotesis ini adalah menentukan besarnya pengaruh frekuensi

audit (X) terhadap keandalan struktur pengendalian intern (Y).

Adapun model persamaan regresinya adalah sebagai berikut:

Y = ß0 + ß1X1 + E

Keterangan:

Y = Keandalan struktur pengendalian intern

X1 = Frekuensi audit

ß0 = Parameter intersep

ß1 = Parameter koefisien regresi

E = Variabel pengganggu

Menguji keberartian persamaan regresi dengan uji F dengan hipotesis yang akan

diuji:

Ho : ß1 = 0; Frekuensi audit atas laporan keuangan historis tidak berpengaruh

terhadap keandalan struktur pengendalian intern pada perusahaan di Kota

Denpasar.

Hl : ß1 = 0; Frekuensi audit atas laporan keuangan historis berpengaruh terhadap

keandalan struktur pengendalian intern pada perusahaan di Kota Denpasar.

Untuk mencari besarnya sumbangan variabel X terhadap Y, ukuran yang

digunakan adalah koefisien determinasi (R2). Hasil perhitungan Fhitung akan

dibandingkan dengan Ftabel pada derajat kebebasan (db) = (n-k-1), di mana k

adalah banyaknya variabel dan n adalah ukuran sampel. Jika Fhitung lebih besar

dari pada Ftabel, berarti H0 ditolak, artinya bahwa variabel bebas mempengaruhi

variabel terikat.

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Uji Instrumen Penelitian

Uji coba validitas alat ukur terhadap variabel keandalan struktur

pengendalian intern sublingkungan pengendalian, penaksiran risiko, aktivitas

pengendalian informasi dan komunikasi, dan monitoring menunjukkan tiap-tiap

butir dinyatakan valid karena memiliki korelasi dengan skor total lebih dari 0,30.

Pengujian reliabilitas dilakukan dengan melihat koefisien cronbach alpha.

Berdasarkan hasil perhitungan statistik diperoleh angka koefisien cronbach alpha

lebih besar dari 0,60. Dengan demikian instrumen pengukuran variabel keandalan

struktur pengendalian intern sublingkungan pengendalian penaksiran resiko,

aktivitas pengendalian informasi dan komunikasi, serta monitoring dinyatakan

reliabel.

4.2 Pembahasan

Setelah diuraikan mengenai berbagai skor untuk faktor-faktor yang

menyebabkan tinggi rendahnya keandalan struktur pengendalian intern,

selanjutnya diadakan analisis pengaruh (regresi) frekuensi audit atas laporan

keuangan historis terhadap keandalan strutur pengendalian intern.

Analisis regresi ini bertujuan untuk mengetahui apakah variabel bebas X,

yaitu frekuensi audit atas laporan keuangan historis berpengaruh atau tidak

terhadap variabel tak bebas Y, yaitu keandalan struktur pengendalian intern

perusahaan di Denpasar. Untuk mengetahui signifikansi pengaruh variabel bebas

X terhadap variabel Y adalah dengan melakukan uji hipotesis.

Penelitian ini seperti yang dikemukakan pada perumusan masalah dan

hipotesis, akan menganalisis pengaruh variabel frekuensi audit sebagai variabel

bebas (independent variable) terhadap keandalan struktur pengedalian intern (Y)

sebagai variabel terikat (dependent variable) pada perusahaan di Denpasar. Hasil

analisis regresi tunggal seperti tercantum pada Tabel 4.1.

Tabel 4.1

Hasil Regresi Tunggal Variabel X dan Y

Keterangan Nilai

1. Nilai variabel Y

Bo = konstanta 19.745

B1 = koefisien regresi 0,713

2. Standard error 0,054

3. R2 (koefisien determinasi) 0,508

4. Nilai p value (prob. level) 0,000

Sumber: Lampiran 2

Hasil analisis regresi tunggal dengan menggunakan bantuan alat analisis

SPSS dengan memperhatikan Tabel 4.1 dapat diinterpretasikan bahwa koefisien

determinasi (R2) = 0,508. Ini berarti bahwa keandalan struktur pengendalian

intern dapat dijelaskan oleh variabel penjelas (variabel bebas) sebesar 50,8 persen

yang diturunkan dalam model. Sebanyak 49,2 persen keandalan struktur

pengendalian intern dijelaskan oleh faktor lain. Peneliti menduga bahwa

keandalan struktur pengendalian intern tidak hanya dipengaruhi oleh frekuensi

audit, namun dipengaruhi juga oleh faktor-faktor lain, yaitu faktor manajemen

perusahaan dan faktor kualitas auditor internal.

Untuk menguji tingkat keberartian pengaruh variabel frekuensi audit

terhadap keandalan struktur pengendalian intern dapat dilihat pada analisis

varians atau uji statistik F, seperti tersaji pada Tabel 4.2.

Tabel 4.2

Analisis Variances Fungsi Keandalan Struktur Pengendalian Intern

Sumber

Variasi

Jumlah

Kuadrat

DF Kuadrat

Tengah

F-hitung Sig

Regresi 338,473 1 338,473 43,307 0,000

Sisa 328,284 42 7,816 - -

Total 666,727 43 - -

Sumber: Lampiran 2

Dari Tabel 4.2 menunjukkan nilai Fhtung = 43,307 lebih besar dari pada nilai Ftabel

(0,05, 43) = 1,69. Hal ini memberikan indikasi bahwa variabel frekuensi audit

berpengaruh signifikan terhadap keandalan struktur pengendalian intern.

V. SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

1. Frekuensi audit atas laporan keuangan historis berpengaruh secara signifikan

(nyata) terhadap keandalan struktur pengendalian intern pada perusahaan di

Kota Denpasar.

2. Keandalan struktur pengendalian intern pada perusahaan di Kota Denpasar

tidak hanya dipengaruhi oleh frekuensi audit atas laporan keuangan historis

saja, tetapi dipengaruhi juga oleh variabel-variabel lain.

5.2 Saran-saran

1. Perlunya dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap faktor-faktor lain yang

mempengaruhi keandalan struktur pengendalian intern pada perusahaan. Hal

itu perlu karena dalam penelitian ini hanya variabel frekuensi audit atas

laporan keuangan historis yang masuk dalam model analisis penelitian.

Variabel ini hanya menjelaskan keandalan struktur pengendalian intern

sebesar 50,8% yang berarti 49,2% dipengaruhi oleh faktor-faktor lain.

2. Penelitian ini pada dasarnya mengelompokkan frekuensi audit atas tiga

kelompok, yaitu frekuensi audit 1—2 kali, 3—4 kali, 5—6 kali, maka

diharapkan untuk penelitian lebih lanjut frekuensi audit dikelompokkan lebih

terperinci lagi.

3. Menyadari pentingnya kualitas dan dapat dipercayainya informasi laporan

keuangan suatu perusahaan, hendaknya frekuensi audit atas laporan keuangan

historis dilakukan secara kontinyu (teratur).

4. Pimpinan perusahaan sebaiknya menindaklanjuti hasil temuan dan saran-saran

perbaikan pengendalian intern oleh auditor secara keseluruhan.

DAFTAR PUSTAKA

American Institute of Certified Public Accountans. 1989. Codification of

Statements on Auditing Standards Number 1 to 62. New York : AICPA,

Inc.

Boynton, William C. dan Walter G. Kell.. 1996. Modern Auditing. Sixth Edition.

Singapore: John Wiley & Sons Inc. p 840.

Donald, H. T. and G. W. Glezer. 1991. Auditing: Integrated Concepts and

Prosedures. 5th edition. John Wiley & Sons Inc. Canada.

Hair, Joseph F.Jr, Ralph E. Anderson, Ronald L. Tatham. 1995. Multivariat Data

Analysis. Fifth Edition. Prentice-Hall International, Inc.

Halim, Abdul. 1995. Dasar-dasar Audit Laporan keuangan. Yogyakarta : UPP.

AMP YKPN.

Husaini, Usman dan R. Purnomo Setiady Akbar. 1995. Pengantar Statistik. Bumi

Aksara.

Ikatan Akuntan Indonesia. 2001. Standar Profesional Akuntan Publik. Jakarta:

Salemba Empat.

Maholtra. 1996. Marketing Research: An Applied Orientation. 2nd Edition.

New Jersey: Prentice Hall.

Moeller, Robert and Witt N. Herbett. 1999. Modern Internal Auditing. Fifth

Edition. New York. Ronald Press Publication.

Mulyadi. 1989. Pemeriksaan Akuntan. Edisi ke-4. Cetakan pertama. Yogyakarta:

Bagian Penerbit Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi YKPN.

Nazir, Moh.. 1999. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Singarimbun M & Effendi Sofian. 1989. Metode Penelitian Survai. Edisi Revisi.

Cetakan Pertama. Jakarta: LP3ES.

Sugiyono. 2005. Metode Penelitian Bisnis. Alfabeta Bandung.

Usman, Husnaini, dan R. Purnomo Setiady Akbar. 1995. Pengantar Statistik.

Cetakan Pertama. Jakarta: Bumi Aksara.

Kell, Walter G., William C. Boyton, and Richard. E. Ziegler. 1989. Modern

Auditing. Fourth Edition. New York: John Wiley & Sons.