Kamis, 12 November 2009

ANALISIS DETERMINAN AUDIT DELAY KAJIAN EMPIRIS DI BURSA EFEK JAKARTA

I. PENDAHULUAN

Laporan keuangan merupakan alat media untuk komunikasi antara manajemen (intern perusahaan) dengan pihak di luar perusahaan. Laporan keungan harus disajikan dengan tepat waktu. Namun untuk menyajikan laporan keuangan tepat waktu sering dihadapkan berbagai kendala. Salah satu kendala adalah adanya keharusan laporan keuangan untuk di audit oleh akuntan public. Tujuan audit ini untuk memberikan opini tentang kewajaran laporan keuangan, artinya bahwa laporan keuangan disajikan manajemen perlu verifikasi apakah sesuai dengan standar pelaporan yang berterima umum. Karakteristik kualitas laporan keuangan yang dinyatakan dalam pernyataan standar akuntansi keuangan (PSAK: 2002) nomor satu adalah: dapat dipahami, relevan, keandalan, dan dapat dibandingkan.

Audit delay adalah lamanya waktu dari penyelesaian audit yang di ukur dari tanggal penutupan tahun buku hingga tanggal diselesaikan laporan auditor independent. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti sebelumnya menunjukkan bahwa audit delay yang terjadi di Indonesia rata-rata 85 hari. Rata-rata audit delay di Indonesia ini tergolong lebih panjang dibandingkan dengan di luar negeri, misalnya audit delay di kanada lebih pendek, yaitu lebih cepat 21,95 hari dibandingkan dengan Indonesia. Berdasarkan peraturan Pasar Modal No.KEP 80/PM/1996 mengenai penyampaian laporan keuangan menyatakan bahwa: perusahaan yang terdaftar dalam pasar modal wajib menyampaikan laporan keuangan tahunan yang telah diaudit kepada Bapepam selambat-lambatnya 120 hari terhitung sejak tanggal berakhirnya tahun buku. Peraturan ini diperbaharui dengan dikeluarkannya keputusan no.kep 17/PM/2002 oleh Bapepam tentang kewajiban penyampaian laporan keuangan secara berkala yang mulai berlaku untuk laporan keuangan yang berakhir pada 31 Desember 2002. Keputusan tersebut disebutkan bahwa laporan keuangan tahunan harus disertai dengan laporan akuntan dengan pendapat yang lazim dan disampaikan kepada Bapepam selambat-lambatnya pada akhir bulan ketiga setelah tanggal laporan keuangan tahunan.Pembaharuan keputusan tersebut dimaksudkan untuk memberikan informasi yang lebih cepat dan akurat kepada investor mengenai kondisi emiten atau perusahaan publik serta dalam rangka mengikuti perkembangan pasar modal global. Meskipun sudah ada peraturan yang mengharuskan emiten untuk menyerahkan laporan keuangan paling lambat 90 hari sejak tanggal tahun buku berakhir, untuk tahun 2002 masih terdapat 92 emiten yang terlambat menyerahkan dan secara otomatis tentu juga terlambat dalam publikasi laporan keuangan di media massa.

Beberapa penelitian sebelumnya menunjukkan rata-rata audit delay yang berbeda-beda pada setiap negara. Perbedaan ini dapat dimaklumi karena adanya peraturan dan kebijakan pasar modal yang berbeda antar negara. Penelitian yang dilakukan Halim (2000) di Indonesia menunjukkan rata-rata audit delay adalah 84.45 hari. Hasil ini tergolong lebih panjang dibandingkan hasil penelitian Ashton, Willingham, & Elliott (1987) yang hanya sebesar 62.53 hari. Sedangkan hasil penelitian Hossain dan Taylor (1998) di Pakistan menunjukkan rata-rata audit delay yang lebih panjang yaitu 143 hari. Faktor – factor yang diduga berpengaruh terhadap audit delay, yaitu :

- Ukuran perusahaan

- Jenis industri

- Lamanya perusahaan menjadi klien sebuah kantor akuntan public

- Jenis opini yang diberikan oleh akuntan public

- Laba/rugi

- Rasio hutang tehadap Ekuitas

- Reputasi auditor

II PEMBAHASAN

Berdasarkan Berdasarkan statistic deskriptif dapat diketahui bahwa rata-rata

audit delay adalah 84,16 hari. Hasil ini sesuai dengan yang diungkapkan Halim (2000) yaitu 85 hari dimana data yang digunakan adalah laporan keuangan tahun

1993-1997 dengan jumlah sampel 59 perusahaan. Kemudian dapat disimpulkan selama kurun waktu hampir 10 tahun yaitu dari tahun 1993 sampai tahun 2002 tidak ada perbaikan dalam proses penyelesaian audit. Karena manajemen dan akuntan public masih konsisten menggunakan pola kerja lama dan tidak ada perbaikan. Skedul pekerjaan audit dilakukan berdasarkan kebiasaan-kebiasaan yang sudah berlaku selama ini, tanpa melakukan evaluasi perbaikan yang berarti. Padahal teknologi digital sudah sangat berkembang sehingga bisa digunakan untuk efisiensi dan efektivitas pekerjaan audit. Adanya peraturan No.Kep.17/PM/2002 tentang keharusan untuk menyerahkan laporan keuangan yang diaudit paling lambat 90 hari sejak tanggal tutup buku tentu sangat positip. Hal ini akan mendorong manajemen dan akuntan publik untuk bekerja lebih cepat sehingga informasi dalam laporan keuangan dapat segera dimanfaatkan oleh stakeholders untuk berbagai pengambilan

keputusan. Untuk mengetahui factor dominan yang berpengaruh terhadap audit delay dapat dilihat dari hasil uji t . Dengan menggunakan tingkat signifikan 5% (a = 0,05) dapat diketahui bahwa ada tiga factor yang dominan, yaitu: (1) laba/rugi,(2) lamanya menjadi klien KAP dan (3) opini auditor. Laba/Rugi emiten berpengaruh

signifikan terhadap audit delay. Bukti empiris ini bermakna bahwa jika perusahaan mengalami kerugian maka kemungkinan besar audit delay lebih panjang dibandingkan ketika perusahaan memperoleh laba. Manajemen cenderung akan berusaha meminimalkan rugi dan melakukan negosiasi yang alot dengan auditor jika ada perlakuan akuntansi yang dikoreksi auditor dan berdampak memperbesar rugi. Dengan demikian, manajemen akan menahan lebih lama informasi yang

kurang menyenangkan (bad news) bagi investor dan kreditur. Namun sebaliknya jika perusahaan memperoleh laba, maka manajemen ingin segera mengumumkan prestasinya sehingga pekerjaan audit berjalan lebih lancar dan audit delay menjadi lebih pendek.

Bukti empiris ini konsisten dengan hasil penelitian Halim (2000) dan Ashto net al. (1987).Lamanya emiten menjadi klien suatu KAP berpengaruh negatif dan signifikan terhadap audit delay, artinya bahwa semakin lama emiten menjadi klien KAP maka semakin pendek audit delay. Hal ini dapat dipahami karena secara teori auditor yang memberikan jasa audit kepada klien lama akan membutuhkan waktu audit yang lebih pendek. Pada klien lama, auditor telah memahami bisnis klien dan

mengetahui efektifitas internal control klien, sehingga waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan audit lebih pendek dibandingkan jika mengaudit klien baru. Hasil penelitian ini berbeda dengan yang diungkapkan oleh Halim (2000), dengan memakai data tahun 1993-1997 ditemukan bukti empiris bahwa lamanya emiten menjadi klien KAP berpengaruh positip terhadap audit delay. Jenis opini akuntan berpengaruh signifikan terhadap audit delay, hal ini dapat dijelaskan bahwa ketika opini auditor adalah selain unqualified maka sebelum opini tersebut dipublikasikan maka manajemen akan berusaha melakukan konsultasi dan negosiasi secara

intensif dengan auditor sehingga memerlukan waktu yang relative lama. Di sisi lain auditor juga melakukan konsultasi dengan partner audit yang lebih senior atau

melakukan perluasan audit sehingga diperoleh bukti yang menguatkan judgement auditor untuk memberikan opini. Hasil penelitian ini berbeda dengan yang diungkap oleh Halim (2000), di mana tidak ditemukan adanya pengaruh signifikan opini audit dengan audit delay.

Secara parsial ukuran perusahaan, jenis industri, reputasi auditor dan rasio hutang terhadap ekuitas terbukti tidak berpengaruh signifikan terhadap audit delay. Dengan demikian dapat digunakan sebagai petunjuk awal bahwa jika audit

delay panjang dan bahkan berdampak pada terlambatnya publikasi

laporan keuangan maka dapat diduga kemungkinan terbesar penyebabnya

adalah emiten mengalami rugi dan atau memperoleh opini

selain unqualified.

III KESIMPULAN

Berdasarkan hasil analisis dapat disimpulkan bahwa :

1. Secara simultan jenis opini auditor, laba/rugi emiten, lamanya emiten menjadi

Klien KAP, ukuran perusahaan, reputasi auditor, rasio hutang terhadap ekuitas dan jenis industri berpengaruh terhadap audit delay.

2. Secara empiris determinan audit delay meliputi factor (a) lamanya emiten menjadi klien sebuah kantor akuntan public, (b) emiten mengalami kerugian

dalam tahun berjalan, dan (c) laporan keuangan emiten mendapat opini selain unqualified dari akuntan publik.